Dalam kuta gle that meuceuhu, Yang ato bak u dum meuribee
Dalam kuta gle that meusigak, Ateuh seulambak le that guree
Kafe dum jiplueng keudeh u laot/ Geulet di likot meuree-ree...
Itu
sepenggal syair Aceh tentang kisah Kuta Gle. Bukit itu bekas benten
pertahanan pejuang Aceh, dan selama 30 tahun mampu bertahan melawan
Belanda. Benteng itu adalah bukit yang terletak bagian hulu sungai Batee
Iliek Samalanga, perbatasan Pidie Jaya-Bireuen. Cerita tentang seorang
pahlawan pimpinan perang Kuta Gle Tgk. Cut Sa’id. Juga digambarkan
bagaimana serdadu Belanda kalah telak menghadapi ketangguhan pejuang
Aceh di Samalanga.
Samalanga
ketika itu termasuk wilayah otonom yang diberi kuasa penuh oleh Sulthan
Aceh kepada raja Teuku Chik Bugis, tapi dalam menjalankan pemerentahan
Teuku Chik Bugis mempercayakan pada seorang tokoh wanita bernama Pocut
Meuligoe. Mendengar nama kedua tokoh ini saja, Belanda keder karena
keberanian mereka. Belanda sendiri ingin menguasai Samalanga karena
wilayah ini sangat strategis dan maju dalam bidang perdagangan.Ketika Van Der Heijden diangkat Pemerintah Hindia Belanda menjadi Gubernur/Panglima Perang untuk Aceh, sasaran pertamanya adalah menaklukkan Samalanga. Tahun 1876 Van Heijden menyerang Samalanga dengan mengerahkan kekuatan tiga Batalion tentara. Tiap Batalion terdiri tiga Kompi yang masing-masing kompi berjumlah 150 pasukan. Namun sekian kali mereka menyerang, tak berhasil menguasai Samalanga. Serdadu Belanda mati, termasuk seorang Letnan bernama Aj. Richello yang dipancung kepalanya oleh seorang ulama besar Haji Ahmad. Namun ulama ini juga syahid dalam agresi pertama Belanda ke Samalanga.
Pejuang
Samalanga tak dapat dikalahkan, maka tahun 1877 Belanda kembali
menyusun kekuatan menyerbu dengan melibatkan tiga Batalion tentara,
pasukan marenir dan pasukan meriam ditambah 900 orang hukuman yang
diikutkan dalam penyerangan. Setelah sebulan pertempuran, Belanda hanya
bisa menguasai Blang Temulir dekat kota Samalanga. Ratusan serdadu
colonial mati, dan Van Der Heijden sendiri luka berat, bahkan mata
kirinya mengalami kebutaan akibat terkena peluru pasukan Aceh. Ini
kemudian si Belanda Van Der Haijden disebut orang Aceh dengan nama
Jendral buta siblsah.
Raja
Samalanga Teuku Chik Bugis dan Pocut Meuligoe masih berkuasa penuh,
meskipun Belanda sudah menguasai. Belanda tidak berani mendekati
bentenguta Gle Batee Iliek. Seperti ditulis Paul Van ‘T Veer dalam
bukunya De Atjeh Oorloq (Perang Aceh: 1985) mencatat, Benteng Kuta Gle
Batee Iliek adaah pusat perlawanan Aceh yang sangat tangguh bagi
Belanda. Dan Batee Iliek sendiri adalah sebuah “dusun kramat” dan
pemukiman para ulama yang sangat fanatik dalam menentang perluasan
kekuasaan Belanda.
![]() |
| Kuta Glee Batee Iliek |
Dalam insiden itu banyak serdadu Belanda mati dan terluka parah. Peristiwa ini segera disampaikan ke Banda Aceh sehingga. Gubernur Van Der Heijden berang karena serdadunya kalah. Maka tanggl 13 Juli 1880, Van Der Heijden kembali mengirimkan ekspedisinya secara besar-besaran ke Samalanga untuk menyerang Banteng Kuta Gle Betee Iliek.
Ekpedisi ini Belanda mengerahkan satu kompi Belanda, 1 kompi Inlander dari Batalion 14 dan 1 kompi Ambon dari Batalion 3, serta 1 kompi garnizun dari Batalion campuran, juga dilengkapi 32 perwira dengan 1200 bawahannya diberangkatkan ke Samalanga. Dalam ekspedisi ini juga turut serta Panglima Tibang, bekas pembesar Sultan yang menyeleweng dengan Teuku Nyak Lehman sebagai juru bahasa dan penunjuk jalan bagi Belanda.
Beberapa
kali Belanda melakukan serbuan menaklukkan Kuta Gle Batee Iliek tidak
berhasil. Belanda terpaksa memundurkan pasukannya ke Cot Meurak. Di sini
sambil mereka istirahat dan menyusun strategi penyerangan kedua ke Kuta
Gle, Belanda juga harus menguburkan mayat-mayat serdadu mereka.
Tepatnya tanggal 17 Juli 1880, Belanda kembali menyerang Kuta Gle. Dalam
serbuan kedua ini rupanya Teuku Chik Bugis (raja Samalanga) minta
disertakan bersama dalam pasukan Belanda, dengan tujuan untuk
menyesatkan arah pasukan Belanda hingga terjebak dengan pasukan Aceh
dalam jumlah yang sangat besar.
Strategi
Teuku Chik Bugis lagi-lagi mebuat serangan Belanda ke Kuta Gle Batee
Iliek menjadi konyol. Belanda harus buru-buru mundur dan banyak sekali
tentaranya yang tewas akibat dikibuli Teuku Chik Bugis. Hari itu juga
Chik Bugis ditangkap olen Belanda dan dibawa ke Banda Aceh. Namun
begitu, benteng Kuta Gle Batee Iliek tetap berdiri kokoh dengan kekuatan
pasukan Aceh yang sangat ditakuti Belanda.
Benteng
Kuta Gle Batee Iliek, tak pernah direbut. Itu sebabnya Paul Van ‘T Veer
mencatat dalam bukunya “Perang Aceh” bahwa Batee Iliek adalah sebuah
kampung kramat yang sangat sulit dihadapi oleh Belanda. Bidikan
tembakan-tembakan marsose, ditangkis hebat para ahli Alquran (yang
dimaksudkan Van ‘T Veer para ahli Al-Quran adalah para ulama pejuang
Aceh) yang sangat lancar membuat serangan perang terhadap
Belanda-selancar mereka membaca ayat-ayat Alquran, tulis Van ‘T Veer.
Setelah
30 tahun lebih Benteng Kuta Gle Batee Iliek bertahan dari
serangan-serangan besar Belanda, pada tahun 1901 Jenderal Van Heutsz
kembali memimpin ekspedisi barunya ke Batee Iliek. Sehari sebelum
penyerangan Van Heutsz ke Batee Iliek ini, Van Heutsz lebih dulu
merayakan Ultah ke 50 (tanggal 3 Februari 1901).
Untuk membakar semangat perang bagi serdadu Belanda, Van Heutsz, seorang tokoh legendaries perang Belanda Izaak Thenu sengaja mengubah sebuah syair khusus untuk perang Samalanga. Bunyinya: //Mari sobat, mari saudara/Pergi perang di Samalanga/ Mari kumpul bersuara/Lalu menyanyi bersama-sama//.
Untuk membakar semangat perang bagi serdadu Belanda, Van Heutsz, seorang tokoh legendaries perang Belanda Izaak Thenu sengaja mengubah sebuah syair khusus untuk perang Samalanga. Bunyinya: //Mari sobat, mari saudara/Pergi perang di Samalanga/ Mari kumpul bersuara/Lalu menyanyi bersama-sama//.
Namun
ekspedisi ini berhasil dilumpuhkan, hingga Van Heutsz baru berhasil
menaklukkan Kuta Gle Batee Iliek pada tahun 1904, setelah tiga tahun
melakukan peperangan melawan pejuang Aceh di wilayah Batee Iliek. Bahkan
menurut sebagian cerita sejarah yang difahami penduduk Samalanga, Van
Heutsz sendiri tewas di Batee Iliek, yang kuburannya sekarang terdapat
di atas bukit Betee Iliek tak jauh dari Benteng Kuta Gle


0 Response to "Perang Aceh Kuta Glee Batee Iliek"
Post a Comment